Penjelasan



UNDANG-UNDANG PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK

 

(UNDANG-UNDANG No. 32 TAHUN 1954,

LEMBARAN NEGARA 98/1954, BERTANGGAL 26 OKTOBER DAN DIUNDANGKAN

PADA TANGGAL 2 NOPEMBER 1954)

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

 

Menimbang:

 

    1. bahwa kini di Indonesia berlaku beberapa macam peraturan tentang pencatatan nikah talak dan rujuk bagi Umat Islam antara lain:

      a. Undang-undang Republik Indonesia tanggal 21 Nopember 1946 No. 22 tahun 1946 dan

      b. Huwelijksordonnantie Buitengewesten 1932 No. 482;

      c. Peraturan-peraturan tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk yang berlaku di daerah-daerah Swapraja;

      d. Peraturan-peraturan lain yang berlaku di daerah di luar Jawa dan Madura;

    2. bahwa Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1946, yang dalam penjelasannya, diperuntukkan buat seluruh Indonesia;

    3. bahwa berhubung dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu adanya satu macam Undang-undang tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.

 

Mengingat:

 

    Pasal 89 dan pasal 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

 

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

 

MEMUTUSKAN:

 

    Dengan rnencabut Huwelijksordonnantie Buitengewesten Staatsblad 1932 No. 482 dan semua peraturan-peraturan (juga dari Pemerintah Swapraja) tentang pencatatan nikah talak dan rujuk untuk Umat Islam yang berlainan dan yang bertentangan dengan Undang-undang tanggal 21 Nopember 1946 No. 22 tahun 1946 Republik Indonesia,

 

Menetapkan:

 

UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN BERLAKUNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TANGGAL 21 NOPEMBER 1946 No. 22 TAHUN 1946
TENTANG PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK
DI SELURUH DAERAH LUAR JAWA DAN MADURA
sebagai berikut:

 

Pasal 1.

 

    Undang-undang Republik Indonesia tanggal 21 Nopember 1946 No. 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk berlaku untuk seluruh daerah luar Jawa dan Madura.

 

Pasal 1A.

 

    Perkataan biskal-gripir hakim kepolisian yang tersebut dalam pasal 3 ayat 5 Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1946 diubah menjadi Panitera Pengadilan Negeri.

 

Pasal 2.

 

    Peraturan-peraturan yang perlu untuk melaksanakan apa yang tersebut dalam pasal 1 Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Agama. (Vide: Tambahan Lembaran Negara 309, 913, 914, 916, 917, dan 956).

 

Pasal 3.

 

    Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

     

    Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

     

     

     

     

     

     

    Diundangkan

    pada tanggal 2 Nopember 1954.

    MENTERI KEHAKIMAN,

     

    DJODY GONDOKUSUMO

    Disahkan di Jakarta

    pada tanggal 26 Oktober 1954.

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

     

    SUKARNO

     

    MENTERI AGAMA,

     

    K. H. MASJKUR

 

 

    nach: Himpunan Peraturan Perundang - Undangan Republik Indonesia, Jakarta 1992 S. 789.

    nach: Asmin, Satus Perkawinan Antar Agama - Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974.Jakarta 1986 S. 142-143.

 

 

(T.L.N.No. 694)

MEMORI PENDJELASAN

MENGENAI UNDANG-UNDANG TENTANG
PENETAPAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TANGGAL 21 NOPEMBER 1946 No. 22 TAHUN 1946
TENTANG PENTJATATAN NIKAH, TALAK DAN RUDJUK
DISELURUH DAERAH LUAR DJAWA DAN MADURA

 

    Undang-undang tanggal 21 Nopember 1946 Nr. 22 tahun, 1946 RI dulu memang dimaksudkan untuk dilakukan buat seluruh Indonesia, tetapi berhubungan keadaan belum menigidjinkannja maka berlakunja Undang-undang tersebut di luar Djawa dan Madura akan ditentukan oleh Undang-Undang lain (Pasal 6 ajat 2 Undang-undang tanggal 21 Nopember 1946 Nr.22 tahun 1946 Republik Indonesia).

     

    Kini Negara Kesatuan telah terbentuk dan keadaan sudah mengidjinkan untuk melaksanakan berlakunja Undang-undang Nomer 22 tahun 1946 tersebut di luar Djawa dan Madura.

     

    Sebagai diketahui di daerah-daerah luar Djawa dan Madura, ketjuali di Sumatera jang telah ditetapkan berlakunja Undang-undang Nr. 22 tahun 1946 oleh Pemerintah Darurat RI dengan surat keputusannja tanggal 14 Djuni 1949 Nr.l/pdri/ka, masih berlaku "Huwelijksordannantie Buitengewesten" (Staatsblad 1932 Nr. 482) jang mempunjai sifat-sifat jang tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini sebagai diterangkan dalam pendjelasan umum dari Undang-undang Nr. 22 tahun 1946 tersebut di atas.

     

    Di daerah-daerah Swapraja di luar Djawa dan Madura, jang tidak sedikit djumlahnja Huwelijksordonnantie Buitengewesten pada umumnja tidak berlaku, sehingga tjara pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk di daerah Swapraja tersebut beraneka warna adanja menurut peraturan-peraturan jang berlaku untuk tiap-tiap Swapraja masing-masing.

     

    Di daerah-daerah jang dahulu masuk Negara Bagian sebagai Negara Sumatera Timur, Pasundan, Negara Djawa dan sebagainja, berhubung dengan pergantian-pergantian pemerintahan, mungkin masih ada daerah-daerah jang masih mendjalankan peraturan-peraturan tentang pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk jang lain dari pada Undang-undang Nr.22 tahun 1946 tersebut di atas.

     

    Untuk menghilangkan keragu-raguan ini, maka dinjatakan bahwa Undang-undang Nr. 22 tahun 1946 berlaku untuk seluruh Indonesia, untuk tempat-tempat jang belum mendjalankan Undang-undang tersebut ditetapkan mendjalankan Undang-undang itu mulai tanggal 1 April 1951. Begitu itu agar supaja dapat diatur peralihan, hingga tidak terdjadi stagnatie, vacuum, atau kekatjauan.

     

    Dengan ditjabutnja semua peraturan tentang pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk dan digantikannja dengan Undang-undang Nr.22 tahun 1946, maka akan ada peraturan tentang Pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk jang satu, jang berlaku untuk seluruh Indonesia.

     

    Perlu kiranja diketahui, bahwa Undang-undang ini hanja mengenai Pentjatatan Nikah, Talak dan Rudjuk dan tidak mengurangi usaha-usaha jang tengah dikerdjakan oleh Panitija Penjelidik Hukum Perkawinan Talak dan Rudjuk jang dipimpin oleh Saudara Mr. Teuku Mohd. Hasan, di dalam mempersiapkan undang-undang baru sesuai dengan keinginan-keinginan jang diadjukan di dalam Parlemen antara lain Saudara jang terhormat Njonja Mudigdio.

     

PENJELASAN UMUM

 

    Peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk seperti termuat dalam Huwelijksordonnantie S. 1929 No 348 jo S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S. 1933 No. 98 dan Huwelijksordonnantie Buitengewesten S. 1932 No. 482 tidak sesuai lagi dengan keadaan pada masa sekarang sehingga perlu diadakan peraturan baru yang selaras dengan negara yang modern.

     

    Untuk melaksanakan peraturan ini dibutuhkan penyelidikan yang teliti dan saksama, sehingga sudah barang tentu tidak akan tercapai di dalam waktu yang singkat. Akan tetapi untuk mencukupi kebutuhan pada masa ini berhubung dengan keadaan yang sangat mendesak peraturan-peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk tersebut di atas, dicabut serta diganti oleh peraturan baru yang dapat memenuhi sementara keperluan-keperluan pada masa ini.

     

    Peraturan-peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk tersebut di atas kesemuanya bersifat propinsialistis yang tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, dan sudah sepantasnya bahwa peraturan-peraturannya bersifat kesatuan pula. Dari itu Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 jo S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S. 1933 No 98 dan Huwelijksordonnantie Buitengewesten S. 1932 No 482 patut dicabut. Selain daripada itu peraturan di dalam Huwelijksordonnantie-Huwelijksordonnantie itu memberi kesempatan untuk mengadakan tariep ongkos pencatatan nikah, talak dan rujuk yang berbeda-beda, sehingga tiap-tiap Kabupaten mempunyai peraturan sendiri. Hal sedemikian itu perlu dirobah serta diganti dengan peraturan yang satu, untuk seluruh Indonesia. Di mana berhubung dengan keadaan belum memungkinkan, di situ peraturan yang baru ini tentu belum dapat dijalankan, akan tetapi pada azasnya, peraturan ini diuntukkan untuk seluruh Indonesia serta harus segera dijalankan, di mana keadaan telah mengizinkan.

     

    Selanjutnya peraturan-peraturan yang dicabut itu, tidak menjamin penghasilannya para pegawai pencatat nikah, hanya digantungkan pada banyak sedikitnya ongkos yang didapatnya dari mereka yang menikah, menalak dan merujuk. Dengan jalan demikian maka pegawai pencatat nikah menjalankan kewajibannya dengan tidak semestinya, hanya semata-mata ditujukan untuk memperbesar penghasilannya, kurang memperhatikan hukum-hukum Islam yang sebenarnya. Perbuatan sedemikian itu yang merupakan suatu koruptie serta merendahkan derajat pegawai nikah, tidak saja mendapat celaan dari pihak perkumpulan-perkumpulan Wanita Indonesia, akan tetapi juga dari pihak pergerakan Islam yang mengetahui betul-betul syarat-syaratnya talak dan sebagainya, tidak setuju dengan cara menjamin penghidupan pegawai nikah sedemikian itu. Pun para pegawai nikah sendiri merasa keberatan dengan adanya peraturan sedemikian itu. Selain daripada penghasilannya tiada tentu, juga aturan pembagian ongkos nikah, talak dan rujuk kurang adil, ya'ni pegawai yang berpangkat tinggi dalam golongan pegawai nikah mendapat banyak, kadang-kadang sampai lebih dari Rp. 100,- (Bandung, Sukabumi dan lain-lain) akan tetapi yang berpangkat rendah sangat kurangnya, antara Rp. 3,50 — Rp. 10,-

     

    Selain daripada itu ongkos nikah (ipekah) oleh beberapa golongan umat Islam dipandangnya sebagai "haram" sehingga tidak tenteramlah mereka itu mendapat penghasilan tersebut. Kuruptie serta keberatan-keberatan lainnya hanya dapat dilenyapkan, jika pimpinan yang bersangkut paut dengan perkawinan, talak dan rujuk diserahkan pada satu instansi, serta para pegawai pencatat nikah diberi gaji yang tetap, sesuai dengan kedudukan mereka dalam masyarakat.

     

    "Undang-Undang Pencatatan nikah, talak dan rujuk" (Undang-Undang No 22 tahun 1946) dimaksudkan untuk dijalankan di seluruh Indonesia; akan tetapi sebelum keadaan mengizinkannya serta Undang-Undang baru itu belum berlaku, aturan yang lama masih dianggap sah. Waktu berlakunya "Undang-Undang Pencatatan nikah, talak dan rujuk" untuk tanah Jawa dan Madura ditetapkan oleh Menteri Agama, sedang di daerah-daerah di luar tanah Jawa dan Madura akan ditentukan oleh Undang-Undang lain.

     

    PENDJELASAN PASAL-PASAL

 

Pasal 1.

 

    Maksud pasal ini ialah supaja nikah, talak dan rudjuk menurut Agama Islam supaja ditjatat agar mendapat kepastian hukum.

     

    Dalam negara jang teratur segala hal-hal jang bersangkut-paut dengan penduduk harus ditjatat, sebagai kelahiran, pernikahan, kematian dan sebagainja. Lagipula perkawinan bergandengan rapat dengan waris-mal-waris sehingga perkawinan perlu ditjatat mendjaga djangan sampai ada kekatjauan.

     

    Menurut hukum Islam nikah itu ialah perdjandjian antara bakal suami atau wakilnja dan wali perempuan atau wakilnja. Biasanja wali memberi kuasa kepada pegawai pentjatat nikah untuk mendjadi wakilnja; tetapi ia boleh pula diwakili orang lain daripada pegawai pentjatat nikah untuk mendjadi wakilnja; tetapi ia boleh pula diwakili oleh orang lain daripada pegawai jang ditundjuk oleh Menteri Agama, atau ia sendiri dapat melakukan akad nikah itu. Pada umumnja djarang sekali wali melakukan akad nikah, sebab sedikit sekali jang mempunjai kepandaian jang dibutuhkannja untuk melakukan akad nikah itu.

     

    Antjaman dengan denda sebagai tersebut pada ajat 1 dan 3 pasal 3 Undang-undang ini bermaksud supaja aturan administrasi ini diperhatikan akibatnja sekali-kali bukan bahwa nikah, talak dan rudjuk itu mendjadi batal karena pelanggaran itu.

     

    Jang dimaksud dengan mengawasi ialah ketjuali hadlir pada ketika perdjandjian nikah itu diperbuat, pun pula memeriksa, ketika kedua belah (wali dan bakal suami) menghadap pada pegawai pentjatat nikah ada tidaknja rintangan untuk nikah, dan apakah sjarat-sjarat jang ditentukan oleh hukum Agama Islam tidak dilanggar. Selandjutnja perubahan jang penting dalam pasal ini ialah bahwa kekuasaan untuk menundjuk pegawai pentjatat nikah, menetapkan tempat kedudukan dan wilajah pegawai pentjatat nikah, djatuh masing-masing dari tangan Bupati/Raad kabupaten ke tangan Menteri Agama, atau pegawai jang ditundjuk olehnja atau pada Kepala Djawatan Agama Daerah, sedang biaja nikah, talak dan rudjuk tidak dibagi-bagi lagi antara pegawai-pegawai pentjatat nikah, akan tetapi masuk ke Kas Negeri dan Pegawai pentjatat nikah diangkat sebagai Pegawai Negeri.

     

    Jang dimaksud dengan Djawatan Agama Daerah, ialah Djawatan Agama Karesidenan atau Djawatan Agama di Kota Djakarta Raja dan Surakarta.

     

    Surat keterangan tidak mampu harus diberikannja dengan pertjum, mendjaga supaja orang jang tidak mampu djangan diperberat.

     

    Pasal 2.

 

    Sudah terang, dan tidak ada perubahan, ketjuali tjontoh-tjontoh buku pendaftaran, surat nikah, talak dan rudjuk dan sebagainja ditetapkan tidak lagi oleh Bupati, akan tetapi oleh Menteri Agama agar supaja mendapat kesatuan.

 

Pasal 3.

 

    Maksud pasal 3 ini sama dengan pasal dari Huwelijksordonnantie S. 1929 Nr. 348 hanja sadja pelanggaran terhadap aturan pemberitahuan tentang talak jang didjatuhkan dan rudjuk jang dilakukan dinaikkan dari Rp. 5,- mendjadi Rp. 50,- agar supaja hakim dapat memberi denda setimpal dengan kesalahannja. Oleh karena sering terdjadi seorang isteri jang telah dirudjuk kembali, akan tetapi oleh karena tidak diberi tahukannja oleh suami jang merudjuk kepada pegawai pentjatat nikah, mendjadi tidak mengetahui hal perudjukan, akan kawin lagi dengan orang lain kemudian datang suaminja jang lama, sehingga perkawinan tidak dapat dilangsungkan; atau telah kawin dengan orang lain kemudian datang suami jang lama, sehingga perkawinan jang baru itu dibubarkan. Lebih menjedihkan lagi djika perkawinan jang baru sudah begitu rukun sehingga telah mempunjai anak.

     

    Lain-lain pasal sudah terang dan tidak perlu dijelaskan lagi:

     

    Termasuk Lembaran Negara Nomor 98 Tahun 1954.

     

     

    Diketahui:

    MENTERI KEHAKIMAN,

     

    DJODY GONDOKUSUMO: